Search This Blog

Wednesday 3 January 2018

One trip to Pulau Penyengat - End of 2017

One trip to Pulau Penyengat - End of 2017


Alhamdulillah, bisa diberikan kesempatan untuk mengunjungi destinasi utama Pulau Penyengat, dimana ini adalah kali pertama nya saya berkunjung, namun tidak untuk istri saya yg sudah beberapa kali kesana walaupun sudah lama sekali.
Setelah berbekal informasi terkini dari jagad maya tentang segala hal nya, maka pagi itu sekitar setengah tujuh kami berangkat dari rumah menuju Pelabuhan Penyebrangan Punggur biar bisa nyebrang sepagi mungkin (katanya jam 07.00 dah ada sih). Dengan pedenya langsung aja motor ikut2an yg didepannya ngantri di gerbang,,,,,tapi koq aneh rasanya nggak enak gini,,,, setelah tanya2 petugas berseragam angkatan laut,,, ternyata salah lokasi,,, gerbang yg kami masukin,, untuk penyebrangan RoRo, walhasil langsung balik arah sesuai petunjuk petugas. Ternyata dan ternyata, bangunan pelabuhan Penyebrangan Punggur sudah dirombak total, singkat kata kami berhasil masuk ke gedung keberangkatan untuk penumpang, namun berangkat jam 07.45 deh akhirnya setelah membeli tiket untuk pulang pergi sebesar 100 ribu rupiah per orang, jika sekali jalan saja Rp. 52.500,-
Tidak ada hal2 aneh nan atraktif selama perjalanan speedboat Batam – Tanjung Pinang selama hampir sejam, malah saya sempatin buat tidur aja,,, lumayan laaah. Akhirnya kami sampai di Pelabuhan Sri Bintan Pura – Tanjung Pinang, dan terlihat raut wajah kesenangan dari Haidar dan Habibi sejak menginjakkan kaki. Kami menghabiskan waktu sekitar 30menit untuk sarapan dulu di warung makan terdekat untuk mengisi tenaga agar fit selama di sini. Setelah itu kami berjalan kaki menuju Masjid Raya Al-Hikmah dimana merupakan Masjid Agung Tanjung Pinang.


Masjid Agung Tanjung Pinang


Tidak berlama-lama kami di Masjid Agung, langsung kami menuju Dermaga Penyebrangan ke Pulau Penyengat, dimana dermaga nya hanya disandarkan sarana transportasi berupa sampan kecil yg terkenal dengan sebutan “Pompong” dengan kapasitas hingga 20 orang, namun penumpang dibatasi tiap 15 penumpang baru boleh berangkat. Tiket nya sebesar Rp 7.500 per orang.
Selama perjalanan, hal menarik diperlihatkan oleh Habibi dimana antara takut dan kesenengen terombang ambing sama arus laut nya. Praktis 15 menit perjalanan, seisi pompong hanya Habibi aja yg paling atraktif (baca:ngoceh2 sambil setengah teriak kalo pas kena ombak) diantara sekian penumpang tua muda. Haidar siiiih,,,tetep seneng,,,,duduk paling pinggir,,,sambil tangannya menggapai2 air laut.



Kondisi didalam Pompong

Setibanya di dermaga penyengat, masih kerasa agak2 limbung kami berjalan Karena hempasan ombak selama nyebrang,,,,tapi tetep tidak mengurangi rasa suka akan perjalanan kali ini.
Tidak jauh dari dermaga, sudah nampak sebuah bangunan bersejarah yaitu Masjid Sultan Riau yg konon selama pembangunannya hanya menggunakan putih telur sebagai bahan perekatnya. Bernuansa kuning dan hijau khas warna melayu, tidak sulit untuk menemukan bangunan bersejarah tersebut. Sejenak saya merasakan aura2 kesultanan, dimana pertama kali saya menginjakkan kaki di Masjid ini, serta terlintas sejenak betapa kebesaran Islam pada saat itu tentunya membawa berkah sehingga sampai sekarang pun masih berdiri kokoh dan dikunjungi oleh berbagai wisatawan.


Masjid Sultan Riau

Tidak terlalu susah untuk mengunjungi berbagai destinasi wisata di area Pulau Penyengat karena memang pulaunya yg kecil sehingga cukup untuk berjalan kakipun bisa ke objek wisata lainnya seperti misalnya, Makam Raja2 dengan gelar Yang Dipertuan Muda, bangunan2 sisa peninggalan jaman dulu, tak terkecuali Gedung Mesiu yg berdekatan dengan 8 Meriam diatasnya. Saya tidak terlalu tertarik dengan objek wisata lainnya, namun tetap harus ikut2an berlari2 nemenin Haidar dan Habibi yg enerjik kesana kemari. Tersedia juga sarana transportasi setempat sejenis Becak Bermotor gitu,,, yg bisa nganter kita ke hampir semua objek wisata disana, duuuh,,,lupa berapa yaa tarifnya,,, sekitar Rp. 40.000 kalo nggak salah.


Kami akhirnya tiba waktu solat Dhuhur, dan tentu saja tidak bisa dilewatkan untuk berjamaah di Masjid Sultan Riau. Hingga tiba waktunya untuk memutuskan balik ke Tanjung Pinang karena sudah semakin senja.
Sebenernya kami bakalan kesusahan jika saja kami tidak berjumpa dengan wali kelas nya Habibi yg mana kebetulan saudaranya tinggal di Tanjung Pinang dan sangat paham dengan jalan di Pulau Penyengat. Terimakasih buat bunda Elva dan keluarga sudah mau nemenin kami (aslinya, kami ngikuuuut aja deh kemana mereka jalan,,,,hi,,,5x).





Akhirnya kami berpisah tidak jauh dari Dermaga setelah balik dari Penyengat, lalu kami akhirnya langsung nglurug ke area waterfront krn pengen menuju bangunan yg nampang seperti Gonggong.
Cepet2 kami tuntaskan hajat kami di sana untuk berpoto2 ria,,,sambal menunggu waktu solat Ashar pas diseberang jalan ada musholla. Selepas solat, lalu kami cepat2 ke Pelabuhan untuk bisa nyebrang di jam2 terakhir, kalo sampe kelewat,,,bisa nge gelandang ria kami nanti di Tanjung Pinang,,,,,wkwkkw.



Dan memang ternyata sudah ramai pelabuhan di jam2 segitu, untung kami sudah beli tiket PP jadi langsung masuk tanpa perlu repot2 beli tiket di konter2 tiket. Masih ada sisa wakti setengah jam, kami buat untuk istirahat di ruang tunggu sambal menikmati sisa2 cemilan yg ada. Hingga tiba waktunya nyebrang, kami berhasil mendapatkan baris kursi paling depan dengan asumsi ruang kaki lebih lega,,, untung saja, karena penumpang sebelum kami kedapatan membawa durian dan didapuk agar pindah ke belakang agar tidak mengganggu penumpang lain dengan aroma duriannya.
Waktu kepulangan lebih lama daripada berangkat, entah kenapa sepertinya ada kendala teknis sedikit sehingga bbrp kali terasa mesin speedboat melambat. Namun tak apa, toh juga kami tidak buru2, dan Alhamdulillah bisa bersandar dengan Selamat di Pelabuhan Punggur kembali.

See you....